Sunday, 16 December 2012

After the villa-things are settled, of course we have to prepare the surprise. Berhubung Chen ini berulang tahun di Batu, banyak ide-ide bermunculan. Ide yang bermunculan ini tentu saja dramatis. Ide pertama didapat ketika Fani dan Ines jalan-jalan ke TP. Mereka mampir ke Daiso, toko serba 22ribu yang menjual aneka pernak-pernik Jepang. Mereka menemukan lampion. 3 tahun Fani di Surabaya dan 17 tahun Ines hidup di Surabaya, belum pernah mereka menemukan lampion yang dijual. Lalu mereka mendapatkan ilham untuk membeli lampion dan diisi lilin kecil. Syukur-syukur kalau lampionnya bisa terbang. Tapi lampion di Daiso itu tidak memungkinkan untuk terbang apalagi diisi lilin kecil. Bisa-bisa terbakar. Lagipula, sebuah lampion seharga 22ribu. Saat keliling-keliling di Daiso, mereka hendak membayar barang yang mereka beli di kasir. Voila~ Mereka menemukan lilin kecil di kasir yang memungkinkan untuk dipasang di lampion. Jadi, 1 lampion dengan 1 lilin seharga 44ribu. Walaupun menemukan lilin kecil yang bisa dipasang, tapi tidak mungkin kan membeli 1 lilin 1 lampion untuk 1 orang anak sedangkan kita ber-16?(Chen tidak dihitung) Jadi, pupus sudah harapan membeli lampion di Daiso.

Namun, akibat kecanggihan teknologi jaman sekarang, kami membuka Handphone kami yang katanya sih Smartphone. Kami segera meremove Chen dari group lalu membahas surprise ini. Kami menemukan ilham untuk membuat lampion. Lampion itu nantinya diisi dengan lilin kecil dan diterbangkan (kayak di Tangled itu lhoh) Beralaskan tekad yang kuat, akhirnya beberapa hari sebelum kepergian kita ke Batu, Mina, Elvina, Itit dan Nyak membuat lampion. Mereka bahkan sudah membeli aluminium foil. Namun sayang, walaupun Mina dan Elvina adalah 2 orang dari jurusan IPA, bahkan mereka tidak dapat mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari untuk membuat lampion. Kata mereka, lampion tersebut jadinya tidak bisa terbang. Namun, yang saya tidak tahu, apakah mereka bahkan berhasil membuat lampionnya? Atau karena mereka terlalu depresi sehingga memutuskan untuk berkata lampionnya ga bisa terbang? Jadi demikianlah, acara lampion gagal. 

Tidak kehabisan ide, kami lalu bermusyawarah dan menemukan ide lain untuk menyalakan fireworks saja. Kan kita di Batu. Space'nya sangat memungkinkan. Kami membeli fireworks kecil-kecil yang bisa digantung di pohon. Maksud hati adalah fireworks'nya digantung di pohon di taman sambil menyalakan kembang api yang air mancur. Sementara fireworksnya menyala, Masing-masing dari kami memegang lilin. 2 orang dari kami memegang cake dan kadonya. So sweeeettt banget kan kalo benar-benar bisa begitu? Fani sih juga pengen beli kembang api yang besar itu, yang meletus di angkasa raya. Tapi... Mahal....

Skip saja, kita melompat ke tanggal 16 Desember. Ketika kami sampai di villa, saya tertegun. Oh no, there was no tree. And the garden was small. Where to put the fireworks? Kita akan bahas itu nanti. Seperti yang ada di artikel Benita dengan judul Barefoot Christine, saat itu Chen dan Nyak sedang memasak di bawah. Sementara itu, the girls berada di kamar di 2nd floor. Elvina mengeluarkan sebungkus balon dan sekantong plastik potongan aluminium foil kecil-kecil. Seperti yang dikatakan Benita di artikelnya, aluminium foil itu pada dasarnya dibeli untuk membuat lampion, namun gagal. Aluminium Foil itu diisikan ke balonnya lalu kami memompa balon tersebut. Yang memompa adalah Benita. Dengan harapan bisa membakar lemak yang ada di tangannya. Setelah balon-balon selesai ditiup, balon tersebut dimasukkan ke lemari. (Oh iya ada lemari baju. Kenapa kita tidak menggunakan lemari ini untuk menyimpan baju ya saudara-saudara?) 


Chen make a wish. Semoga jerawatnya hilang, dear
Pukul 10 malam pada tanggal 16 Desember, kami beramai-ramai menonton 1 missed call. Sampai pukul 23.45 WIB belum ada yang beranjak dari tempat duduk untuk menyiapkan surprise. Sampai filmnya selesai, tidak ada tanda-tanda. Bahkan Chen pun sampai bilang "Lhoo ini maunya jam 12 lhoo" Ngarep banget tuh anak di surprise'in ya. Hahahahhaa.

Tapi, di balik semua itu, sebenarnya Nyak, Richard dan Fani sudah berkompromi dengan Itit. Setelah filmnya selesai, Itit mengajak Chen cuci muka di kamar mandi dengan alasan takut. Padahal benernya filmnya juga gak ngeri-ngeri banget. Ketika mereka sudah di kamar mandi, spontan suasana villa menjadi chaos. Acara lempar balon dari kamar cewek (Well, technically it was girls room) di 2nd floor menuju ke ruang keluarga di first floor. Lalu kami lari-lari turun ke first floor untuk memasang lilin (Saya gak tau siapa yang beli lilin dan ilham darimana. Tapi tiba-tiba ada perubahan rencana yang tidak disangka) Berkat feeling saya yang mengatakan kalau persiapan surprisenya pasti lama dan bagaimanapun juga Itit gak akan bisa menahan Chen lama-lama di kamar mandi, saya pun mengunci pintu kamar (Yeah, I locked the door)
Artikel tentang Chen's surprise selengkapnya, baca saja Barefoot Christine. Teehee~

Walaupun yah... Banyak sekali perubahan rencana yang diluar spekulasi, overall, it was a success. Ternyata lilin-lilin yang niatnya mau dibawa untuk ditiup ternyata diletakkan di lantai untuk memimpin Chen berjalan ke arah yang benar. Balon yang semula tidak direncakan ternyata bisa saja diletakkan di sebelah lilin sehingga Chen bisa mengambilnya. Sementara fireworks, yang rencananya mau digantung di pohon-pohon ternyata dibawa tangan. Dan aluminium foil... Well, you can see at Benita's article. They looked like shining stars, right? :p
Happy birthday, Christine!



Tagged: , , , , , ,

0 comments:

Post a Comment